Proses penerjemahan dilakukan dengan diskusi intensif. Didiet dan Sekar berdiskusi dalam melakukan interpretasi terhadap gaya bahasa yang ada dalam novel tersebut. Diakui Didiet, menerjemahkan novel “Dua Muka Daun Pintu” merupakan proses yang tidak mudah.
“Protagonis novel ini adalah pintu, mempersonifikasikan benda mati sembari mempertahankan gaya bahasa dan membuat terjemahan kami menjadi tidak kaku bukan sesuatu yang mudah,” kata Didiet.
Sekar melanjutkan, tantangan lain yang dihadapi adalah menyamakan frasa yang digunakan penulis dengan menggunakan bahasa Inggris. Frasa dan kalimat yang dipakai Trekaidekaman dalam karya tersebut sangat unik serta sedikit sulit mencari padanannya yang cukup menjelaskan dalam bahasa Inggris. Namun, perjuangan keduanya berbuah manis.
Tim juri sepakat dan memilih karya terjemahan mereka di antara 100 peserta yang mengikuti lomba ini. Didiet dan Sekar pun dihadiahi £1.000 dan berkesempatan mendapat bimbingan dari penerjemah dan penulis ternama Indonesia Khairani Barokka serta sejumlah penerjemah dari negara lain yang tergabung dalam The National Centre for Writing.
“Perasaan saya tentu senang, tetapi di satu sisi juga bingung karena keisengan ini ternyata sangat mempengaruhi pandangan saya terhadap dunia alih bahasa. Kami awalnya tidak begitu percaya diri karena pemenang sebelumnya pun berasal dari kalangan profesional,” kata Sekar.
Dikutip dari laman Harvill Secker, tim juri sepakat menilai bahwa terjemahan Didiet dan Sekar dalam menerjemahkan “Dua Muka Daun Pintu” merupakan proses yang menantang karena narasi tersebut disampaikan oleh benda mati. Pendekatan kreatif dan arif yang dilakukan keduanya mampu mengesankan para juri lomba tersebut. (*)
Komentar