DAILYVOX.ID, Bandung – Lebih dari 15 lukisan karya Dedy Suherdi dipamerkan dengan tema Hypnagogia di Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung, pada 23 Oktober sampai dengan 1 November 2022.
Dedy Suherdi yang tumbuh di pesisir Pamanukan adalah lulusan Desain Grafis Institut Teknologi Bandung (ITB) yang memilih jadi seniman setelah 20 tahun di dunia periklanan.
Kurator Aa Nurjaman memberi tema tersebut untuk pengalaman keseharian dialog antara alam sadar dan dunia mimpinya Dedy Suherdi sesuatu hal yang tak asing baginya sejak kecil hingga sekarang ini bahkan dunia mimpi itu menjadi jalan solusi bagi setiap persoalan yang dihadapinya.
Aa Nurjaman menulis peristiwa itu dari sudut pandang psikoanalisa Sigmund Freud untuk memaparkan kepada pengunjung bagaimana karya-karya yang dipamerkan akhirnya dapat dimengerti oleh kesadaran kita.
“Dalam tulisan kuratorial dijelaskan secara rinci bagaimana setiap lukisan diungkapkan dalam wujud yang tidak realistik walaupun bukan surealistik dan beberapa karya nampak representasional serta penuh misteri,” ujar Aa Nurjaman, Minggu (23/10/2022).
Karya-karya Dedy Suherdi yang dipamerkan kali ini, kata Aa Nurjaman didominasi oleh warna hitam. Warna itu bukan dimaksudkan sebagai unsur estetik tetapi didasarkan kepada perwujudan nilai rasa yang kerap dialaminya.
“Warna hitam itu misteri, karena aku tidak tahu kenapa selalu muncul di alam mimpiku,” ucapnya.
Pihaknya, bisa melihat beberapa hal misteri yang ia ungkapkan dalam karya-karyanya yang hampir semuanya dibuat tahun 2022 antara lain “Eros dan Thanatos”, “Ketika Sang Sinar Mendekat”, “Good Things Happen to Me 1” begitu pula pada “Good Things Happen to Me 2”, “Poek” (2021), “Dua Tebing yang terus Mendekat” hingga “Rembang Gumilang”.
“Secara keseluruhan, karya-karya yang dipajang adalah mengutarakan alam bawah sadarnya Dedy Suherdi mengenai pengalaman mimpi-mimpinya ke dalam karya-karya lukisannya,” imbuhnya.
Alasan yang ia kemukakan adalah bahwa pengalaman seni memiliki kesamaan dengan pengalaman mimpi dan sangat berbeda dengan pengalaman empirik.
Pameran tunggal ini pada akhirnya membuka pikiran bahwa gagasan Dedy Suherdi itu sangat dekat bahkan melekat dalam keseharian dirinya, dia tidak harus keluar jauh mencari isu tapi justru masuk lebih dalam mengingat selain mengenali kembali dan bukan pula sebagai pemurnian diri.
“Peristiwa dalam mimpi bagaimanapun menjadi daya yang sangat besar apabila diekspresikan secara estetik,” tambah Aa Nurjaman. (*)
Komentar