Dalam kehidupan sehari-hari kita senantiasa berhubungan dengan apa yang dinamakan literasi. Apa yang dimaksud literasi disini kemampuan seseorang ketika melihat, mendengar dan merasakan kemudian diungkapkan melalu tulisan (menulis) maupun lisan (berbicara).
Hal ini tak dapat dipisahkan dari kegiatan membaca atau memperoleh informasi faktual dalam kehidupan sehari-hari. Tak dapat dipungkuri bangsa kita memiliki urutan ke enam puluh dalam urusan membaca, sedangkan untuk eksis di medsos menjadi urutan pertama. Walau demikian memang sudah menjadi fitrahnya manusia untuk memperoleh pengakuan diri dari orang lain. Kita kembalikan lagi ke bahasan awal mengenai literasi.
Literasi mulai digaungkan di Indonesia melalui kegiatan GLN (Gerakan Literasi Nasional) yang merupakan bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Pada tahun 2017 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) ditunjuk sebagai koordinator GLN. Khusus mengenai GLN, Insya allah akan saya paparkan di lain waktu. Sekarang mari kita sederhanakan terlebih dahulu tulisan ini sesuai dengan judul di atas, lterasi dalam kehidupan sehari-sehari.
Sesuai tugas pokok dan fungsi penulis sebagai guru, tentu saja setiap hari berusaha menebarkan virus agar siswa mau membaca dan menulis serta diharapkan murid-murid berkeinginan kuat untuk menuliskannya dalam sebuah karya, baik itu berupa tulisan fiksi atau non fiksi.
Apa yang telah penulis lakukan selama ini adalah menggiring mereka untuk senantiasa mengamati, menganalisis dan mengungkapkan, sebagai contoh saat perjalanan pergi dan pulang sekolah, anak-anak di kelas diberi stimulan lewat percakapan ringan sebelum pelajaran dimulai,
“Nak, tadi pergi sekolah sarapan dulu tidak?”
“Nak apa yang kalian lihat saat pergi menuju ke sekolah?”
“Anak-anak coba tulis dalam satu kalimat apa yang kalian ucapkan saat berpamitan kepada ayah dan bunda.”
Dan lain sebagainya, biasanya anak-anak spontan menjawab dengan semangat. Ada pula yang langsung menuliskan di atas kertas yang penulis sediakan.
Jangan sungkan, bahkan disela-sela waktu istirahat mereka, kita ajak ke luar kelas untuk melihat keadaan lingkungan di sekitar sekolah. Kemudian seperti biasa memberikan stimulant beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab baik secara lisan maupun tertulis, sebagai contoh percakapan diantaranya:
“Anak-anak, coba lihat pohon besar di sebelah gerbang sekolah, pohon apakah itu? Tulis nama serta manfaat pohon tersebut!”
“Anak-anak, sekolah kita merupakan salah satu bangungan heritage di Kota Bandung, apa yang dimaksud dengan heritage mari kit acari tahu melalui internet!” lalu kita berkumpul Bersama-sama dalam satu lingkaran besar. Berkelompok, berdiskusi dan berkolaborasi untuk menyimpulkan apa yang kita dapatkan melalui internet di gawai.
Untuk menuliskan fiksi, biasanya kami berkeliling di lingkungan sekolah atau di dalam kelas, seperti biasa penulis memberikan stimulan melalui cerita atau percakapan tentang apa, siapa, dimana, berapa, mengapa dan bagaimana (5W-1H).
“Apa yang kamu rasakan saat angin menerpa tubuh mungilmu?”
“Siapa yang menciptakan angin?”
“Berapa kali kalian merasakan tiupan angin dalam sehari? Seminggu? Setahun?”
“Di mana sajakan kalian merasakan keberadaan angin yang berhembus?”
“Mengapa kalian harus berterima kasih kepada yang menciptakan angin?”
“Bagaimana caranya kalian berterimakasih?”
Jawab pertanyaan ibu dalam selembar kertas, lalu tuangkan dalam sebuah cerita atau sebuah sajak dengan kata-kata kalian sendiri. Sederhana bukan? Demikian sedikit tulisan sederhana tentang literasi dalam kehidupan ini. Semoga bermanfaat.
Oleh: Guru Kelas 1 Sekolah Dasar Negeri 035 Soka Bandung, Cucu Unisah, S.Pd
Komentar