Untuk menghasilkan CMC dengan performa maksimal, setidaknya ada tiga faktor kunci yang harus dipertimbangkan. Faktor pertama terkait metode fabrikasi.
Dalam penelitian terbarunya, Pipit mengembangkan metode fabrikasi Electrophoretic Deposition (EPD) yang dilanjutkan dengan proses pemanasan. Metode EPD memanfaatkan gaya listrik pada material bermuatan agar dapat menempel pada lapisan yang diinginkan. Metode ini bisa dibilang efektif untuk menghasilkan CMC yang padat dengan kepadatan tertinggi yang pernah dihasilkan mencapai 97%.
Faktor kedua adalah optimasi CMC melalui simulasi. Proses simulasi dilakukan untuk mendapat gambaran proses pemanasan sehingga dapat digunakan sebagai basis penentuan model geometris CMC yang lebih kompleks dengan ketahanan dan kepadatan yang baik. Hal ini sekaligus menjadi dasar meminimalkan faktor risiko yang mungkin terjadi akibat struktur geometris CMC ataupun proses pemanasan yang tidak homogen.
Faktor ketiga yaitu mengevaluasi performa CMC pada lingkungan yang memiliki radiasi. Pengujian dilakukan dengan menembakkan ion/proton pada permukaan CMC selama jangka waktu tertentu.
Apabila CMC cukup stabil, kerusakan dapat diminimalisir atau bahkan akan teramati dalam jangka waktu yang lama. Hasil penelitian terhadap berbagai macam CMC yang divariasikan material tambahannya menunjukkan bahwa material tambahan pada CMC berperan sangat penting dalam menjaga kestabilannya terhadap radiasi.
“Jika kita ingin melihat substitusi sumber energi fosil yang makin hari makin terbatas, energi nuklir yang lebih ramah lingkungan ini tentu seiring waktu semakin dibutuhkan. Dengan penemuan CMC sebagai material aktif untuk reaktor nuklir yang lebih aman, sudah semestinya Indonesia bisa mempertimbangkan secara lebih serius pemanfaatan energi nuklir demi terwujudnya pengelolaan energi yang berkelanjutan,” pungkas Pipit. (*)
Komentar