DAILYVOX.ID, Bandung – Perupa William Robert menggelar pameran tunggalnya dengan tajuk “Jendela Seribu Pintu” pada tanggal 12 hingga 21 Oktober 2022 di Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) Bandung.
Pada pameran tunggalnya yang ke 16 kalinya ini, perupa berdarah Ambon yang lama bermukim di Jakarta ini akan menampilkan 8 buah karya terbarunya dengan ukuran yang boleh dikatakan relative besar-besar.
Karya ciptanya yang paling kecil kali ini berupa lukisan diatas kanvas bulat berdiameter 200 cm, yang berjudul “Rangkaian Doa Terakhir Di Balik Pintu (Baja)”.
Sementara karya yang paling besar adalah karya diatas kanvas 4 panel yang total berukuran 290 x 800 cm, yang berjudul “Catatan Tanpa Akhir“.
“Semua karya yang diciptakan William Robert dalam pameran ini adalah pengalaman dan pergulatan bathinnya selama pandemi hingga menjelang endemi, dimana keadaan dirasakan jauh lebih baik sebelumnya,” ujar William, Rabu (12/10/2022).
Sementara bila melihat lebih dari dua tahun kebelakang, selama pandemi, memang dia (William Robert) lebih banyak menghabiskan waktunya di studio dengan berkarya atau membuat berbagai catatan, rencana dan apa saja yang ia ingin sikapi, mencari tahu berbagai makna yang bisa dicermati dari berbagai peristiwa ini.
Semisalnyanya pada puncak pandemi, ia kehilangan sekitar 20 orang kawan yang ia kenal baik. Dan banyaklagi cerita yang sering ia lihat kembali sebagai catatan hidup.
Jendela Seribu Pintu adalah catatan William Robert yang akhirnya menjadi gagasan berbasis pengalaman empirik, yang energi spiritnya ia ekspresikan dalam bidang-bidang kanvas.
Ia hampir tiap hari selama bertahun-tahun ini seringkali menatap jendela yang didalamnya ia menemui begitu banyak layer kehidupan.
“Teramat banyak pintu yang bisa ia masuki untuk melihat, memahami begitu luas dan berartinya hidup ini. Nilai-nilai tak terhitung jumlahnya. Dari tiap pintu kita akhirnya memaknai betapa besar semesata ini, betapa luas jagad ageng yang bernama semesta ini,” paparnya.
Dari perjalanan pintu ke pintu itu juga setidaknya makin hari ia makin mengerti keberadaannya sebagai jagad alit, yang tentu punya tanggung jawab sendiri agar senantiasa berarti bagi kehudupan ini.
Dalam pameran ini ada banyak cerita atau narasi yang ingin ia sampaikan. Ada duka ada suka, seperti dua sisi mata uang saja sesungguhnya.
“Namun ia akhirnya lebih memilih melihat sisi positifnya untuk tetap optimis melangkah kedepan dengan terus belajar dari perjalanannya selama ini,” imbuhnya. (*)
Komentar